Menyanyi ternyata bentuk lain dari komunikasi, sebuah kegiatan mahapenting dalam hidup manusia. Bayangkan kalau kita tidak omong-omongan satu sama lain. Betapa sepinya dunia ini...
Komunikasi two way traffic menjadi sangat penting karena hal itu menghindarkan dari kesalahpahaman. Semua masalah yang ada di dunia ini - besar atau kecil - berawal dari komunikasi yang mampet, tidak lancar atau tersumbat. Kita bukan Superman yang bisa menebak pikiran orang lain. Pesulap canggih sekalipun tidak bisa menebak pikiran.
Dalam bahasa Inggris, omong-omong itu namanya dialogue. Tapi biar gampang mencerna: untuk omong-omong itu butuh dia, butuh lo, butuh gue... Kalau omong-omong sendiri itu monologue, ngomong dewe alias or-gil.
Menyanyi, apalagi bersama-sama dalam sebuah paduan suara, inti sebenarnya adalah menyampaikan pesan - dari aku untuk kamu. Menyampaikan pesan dalam bentuk lirik dan syair untuk didengar dalam nada yang indah.
Dengan nada yang indah, sebuah pesan jadi bisa diterima pendengarnya dengan hati yang sejuk, damai dan menenangkan. Sebuah lagu rohani yang inti dasarnya adalah sebuah doa (simak saja semua lagu rohani, sejatinya itu adalah sebuah doa), bisa membuat pendengarnya menjadi ayem, ikut bersuka-cita kalau lagunya gembira, atau ikut bersedih kalau lagunya mellow.
Tapi bagaimana membuat nada yang indah itu? Kita 'kan bukan penyanyi bersuara merdu? Satu-satunya cara adalah dengan rajin berlatih! Dengan berlatih, kita akan menjadi sempurna. Practice makes perfect!
Tapi justru "rajin berlatih" itu yang menjadi kendala dan penyakit klasik hampir di setiap paduan suara. Karena untuk meluangkan waktu berlatih harus mengorbankan banyak hal: waktu istirahat yang amat berharga (pulang kerja kok harus latihan koor?), meninggalkan anak kecil di rumah, harus minta ijin suami/istri, dan sejuta korban lainnya.
Ibaratnya: kalau seorang artis penyanyi berusaha untuk tampil sebaguuus mungkin untuk bisa menang di Indonesia Idol dengan berlatih keras, kenapa kita tidak bisa berusaha keras untuk tampil baguuus untuk Tuhan? Analogi lagi: Mengapa masih banyak umat yang dandan habis-habisan untuk hadir di resepsi perkawinan orang lain, tapi ke Gereja pakai celana selutut seperti mau ke mall? Mengapa nyanyi biasa-biasa saja kalau bisa menampilkan komposisi SATB? Semua jawabannya: hanya dengan berlatih keras dan disiplin tinggi kita bisa mencapai kesempurnaan.
Setuju?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar